Penyebab dan gejala
Sejauh ini, penyebab kanker usus besar memang belum
diketahui secara pasti. Hanya saja, ada beberapa hal yang diduga kuat
berpotensi memunculkan penyakit ganas ini, yaitu: cara diet yang salah
(terlalu banyak mengkonsumsi makanan tinggi lemak dan protein, serta
rendah serat), obesitas (kegemukan), pernah terkena kanker usus besar,
berasal dari keluarga yang memiliki riwayat kanker usus besar, pernah
memiliki polip di usus, umur (risiko meningkat pada usia di atas 50
tahun), jarang melakukan aktivitas fisik, sering terpapar bahan pengawet
makanan maupun pewarna yang bukan untuk makanan, dan merokok.
Dalam buku Panduan Pengelolaan Adenokarsinoma Kolorektal disebutkan
bahwa meskipun penelitian awal tidak menunjukkan hubungan merokok dengan
kejadian kanker usus besar, namun penelitian terbaru menunjukkan,
perokok jangka lama (30-40 tahun) mempunyai risiko berkisar 1,5-3 kali.
Diperkirakan, satu dari lima kasus kanker usus besar di Amerika Serikat
bisa diatributkan kepada perokok. Penelitian kohort dan kasus-kontrol
dengan desain yang baik menunjukkan, merokok berhubungan dengan kenaikan
risiko terbentuknya adenoma dan juga kenaikan risiko perubahan adenoma
menjadi kanker usus besar. ”Karena itu untuk mencegah kejadian kejadian
kanker usus besar dianjurkan untuk tidak merokok,” kata Aru. Mengenai
gejala kanker usus besar, Aru menyebut beberapa hal yang kerap
dikeluhkan para penderita, yaitu:
- Perdarahan pada usus besar yang ditandai dengan ditemukannya darah pada feses saat buang air besar.
- Perubahan pada fungsi usus (diare atau sembelit) tanpa sebab yang jelas, lebih dari enam minggu.
- Penurunan berat badan tanpa sebab yang jelas
- Rasa sakit di perut atau bagian belakang.
- Perut masih terasa penuh meskipun sudah buang air besar.Rasa lelah yang terus-menerus
- Kadang-kadang kanker dapat menjadi penghalang
dalam usus besar yang tampak pada beberapa gejala seperti sembelit, rasa
sakit, dan rasa kembung di perut.
Untuk menangani kanker usus besar, menurut Aru, terapi bedah
merupakan cara yang paling efektif, utamanya bila dilakukan pada
penyakit yang masih terlokalisir. Namun, bila sudah terjadi metastasis
(penyebaran), penanganan menjadi lebih sulit. Tetapi, dengan
berkembangnya kemoterapi dan radioterapi pada saat ini, memungkinkan
penderita stadium lanjut atau pada kasus kekambuhan untuk menjalani
terapi adjuvan. Terapi adjuvan adalah kemoterapi yang diberikan setelah
tindakan operasi pada pasien kanker stadium III guna membunuh sisa-sisa
sel kanker.
Saat ini, terapi adjuvan bisa dilakukan tanpa suntik (infus),
melainkan dengan oral/tablet (Capacitabine). Ketersediaan capacitabine
tablet memungkinkan pasien untuk menjalani kemoterapi di rumah yang
tentu saja efektivitasnya lebih baik. ”Capacitabine juga merupakan
kemoterapi oral yang aman dan bekerja sampai ke sel kanker,” kata Aru
yang juga menjabat sebagai ketua Komisi Terapi Adjuvan, Kelompok Kerja
Adenokarsinoma Kolorektal Indonesia.