Friday 5 October 2012





Penyebab dan gejala

Sejauh ini, penyebab kanker usus besar memang belum diketahui secara pasti. Hanya saja, ada beberapa hal yang diduga kuat berpotensi memunculkan penyakit ganas ini, yaitu: cara diet yang salah (terlalu banyak mengkonsumsi makanan tinggi lemak dan protein, serta rendah serat), obesitas (kegemukan), pernah terkena kanker usus besar, berasal dari keluarga yang memiliki riwayat kanker usus besar, pernah memiliki polip di usus, umur (risiko meningkat pada usia di atas 50 tahun), jarang melakukan aktivitas fisik, sering terpapar bahan pengawet makanan maupun pewarna yang bukan untuk makanan, dan merokok.
Dalam buku Panduan Pengelolaan Adenokarsinoma Kolorektal disebutkan bahwa meskipun penelitian awal tidak menunjukkan hubungan merokok dengan kejadian kanker usus besar, namun penelitian terbaru menunjukkan, perokok jangka lama (30-40 tahun) mempunyai risiko berkisar 1,5-3 kali. Diperkirakan, satu dari lima kasus kanker usus besar di Amerika Serikat bisa diatributkan kepada perokok. Penelitian kohort dan kasus-kontrol dengan desain yang baik menunjukkan, merokok berhubungan dengan kenaikan risiko terbentuknya adenoma dan juga kenaikan risiko perubahan adenoma menjadi kanker usus besar. ”Karena itu untuk mencegah kejadian kejadian kanker usus besar dianjurkan untuk tidak merokok,” kata Aru. Mengenai gejala kanker usus besar, Aru menyebut beberapa hal yang kerap dikeluhkan para penderita, yaitu:
  • Perdarahan pada usus besar yang ditandai dengan ditemukannya darah pada feses saat buang air besar.
  • Perubahan pada fungsi usus (diare atau sembelit) tanpa sebab yang jelas, lebih dari enam minggu.
  • Penurunan berat badan tanpa sebab yang jelas
  • Rasa sakit di perut atau bagian belakang.
  • Perut masih terasa penuh meskipun sudah buang air besar.Rasa lelah yang terus-menerus
  • Kadang-kadang kanker dapat menjadi penghalang dalam usus besar yang tampak pada beberapa gejala seperti sembelit, rasa sakit, dan rasa kembung di perut.
Untuk menangani kanker usus besar, menurut Aru, terapi bedah merupakan cara yang paling efektif, utamanya bila dilakukan pada penyakit yang masih terlokalisir. Namun, bila sudah terjadi metastasis (penyebaran), penanganan menjadi lebih sulit. Tetapi, dengan berkembangnya kemoterapi dan radioterapi pada saat ini, memungkinkan penderita stadium lanjut atau pada kasus kekambuhan untuk menjalani terapi adjuvan. Terapi adjuvan adalah kemoterapi yang diberikan setelah tindakan operasi pada pasien kanker stadium III guna membunuh sisa-sisa sel kanker.
Saat ini, terapi adjuvan bisa dilakukan tanpa suntik (infus), melainkan dengan oral/tablet (Capacitabine). Ketersediaan capacitabine tablet memungkinkan pasien untuk menjalani kemoterapi di rumah yang tentu saja efektivitasnya lebih baik. ”Capacitabine juga merupakan kemoterapi oral yang aman dan bekerja sampai ke sel kanker,” kata Aru yang juga menjabat sebagai ketua Komisi Terapi Adjuvan, Kelompok Kerja Adenokarsinoma Kolorektal Indonesia.

0 comments:

Post a Comment